Suasana kantor BRI
Pelaku men-download data pemohon dari foto di jejaring sosial atau Facebook.
TB Indonesia News - PT Bank Rakyat Indonesia Tbk merugi
Rp9,8 miliar akibat kasus kredit fiktif di Pontianak. Pelaku yang
merupakan pegawai BRI itu membuat dokumen palsu sebagai jaminan
permohonan kredit.
Kepala Satreskrim Polres Pontianak Komisaris Puji Prayitno mengatakan, pelaku merupakan pegawai di BRI Unit Supadio Pontianak berinisial GS. Polisi telah menetapkan tersangka dan mendalami kasusnya secara intensif.
Pelaku memanfaatkan jabatannya yang memiliki kewenangan mengolah data nasabah. Puji menjelaskan, semula aksi itu tidak terendus karena modus operandinya begitu rapi. Kasus pembobolan dengan modus kredit fiktif itu semua terbongkar karena laporan penipuan pemalsuan stempel.
Kepala Satreskrim Polres Pontianak Komisaris Puji Prayitno mengatakan, pelaku merupakan pegawai di BRI Unit Supadio Pontianak berinisial GS. Polisi telah menetapkan tersangka dan mendalami kasusnya secara intensif.
Pelaku memanfaatkan jabatannya yang memiliki kewenangan mengolah data nasabah. Puji menjelaskan, semula aksi itu tidak terendus karena modus operandinya begitu rapi. Kasus pembobolan dengan modus kredit fiktif itu semua terbongkar karena laporan penipuan pemalsuan stempel.
Namun, setelah didalami, hal itu berhubungan dengan pencairan kredit
BRI. Pencairan kredit BRI itu berdasarkan surat permohonan dilengkapi
dengan jaminan, sehingga persetujuan dari tersangka untuk pengucuran
uang sepenuhnya telah sesuai mekanisme. "Semua dana yang telah dicairkan
itu karena rekayasa tersangka," kata dia.
Menurut Puji Prayitno, hasil penyelidikan terungkap jika tersangka menjalankan aksinya dalam kurun waktu hampir satu tahun. Terhitung sejak Januari 2010 hingga Desember 2011, pelaku berhasil mengumpulkan Rp9,83 miliar.
Modusnya, untuk mencairkan kredit fiktif tersebut, tersangka selalu membuat permohonan pinjaman kepada bank. Kredit dibuat atas nama pegawai di lingkungan pemerintah. Yang menjadi agunan pinjaman adalah SK pengangkatan dan penempatan. Kemudian diproses dan disetujui tersangka dengan besaran permohonan pinjaman bervariasi.
“Secara keseluruhan terdapat 167 surat permohonan kredit yang tersangka buat sendiri. Kini telah menjadi barang bukti dan disita untuk kepentingan penyidikan. Surat permohonan juga disertai dengan data-data pemohon, tapi semuanya adalah fiktif,” ungkapnya.
Sementara itu, data pemohon, Puji melanjutkan, merupakan hasil download tersangka di jejaring sosial atau Facebook. Foto dan namanya diambil untuk dijadikan sebagai pemohon, sehingga sekilas tampak pengajuan kredit adalah otentik. Meski sebetulnya fiktif, yang mengakibatkan kerugian negara.
Dia menjelaskan, dalam setiap pencairan kredit fiktif, tersangka yang langsung menerima uangnya dari teller. Dan hal tersebut telah dikonfirmasi kepada teller ketika dimintai keterangan sebagai saksi. Dalam keterangannya, teller tidak menyanggah jika memang menyerahkan uang kredit nasabah kepada tersangka.
Puji menjelaskan, sebagian uang hasil pembobolan digunakan untuk menutupi utang. Lalu, menjadi modal liburan ke sejumlah tempat wisata di luar negeri, yaitu plesir ke Singapura sebanyak tiga kali, dan wisata ke Bali. Sedangkan uang senilai Rp5 miliar diserahkan kepada istrinya.
Menurut Puji Prayitno, hasil penyelidikan terungkap jika tersangka menjalankan aksinya dalam kurun waktu hampir satu tahun. Terhitung sejak Januari 2010 hingga Desember 2011, pelaku berhasil mengumpulkan Rp9,83 miliar.
Modusnya, untuk mencairkan kredit fiktif tersebut, tersangka selalu membuat permohonan pinjaman kepada bank. Kredit dibuat atas nama pegawai di lingkungan pemerintah. Yang menjadi agunan pinjaman adalah SK pengangkatan dan penempatan. Kemudian diproses dan disetujui tersangka dengan besaran permohonan pinjaman bervariasi.
“Secara keseluruhan terdapat 167 surat permohonan kredit yang tersangka buat sendiri. Kini telah menjadi barang bukti dan disita untuk kepentingan penyidikan. Surat permohonan juga disertai dengan data-data pemohon, tapi semuanya adalah fiktif,” ungkapnya.
Sementara itu, data pemohon, Puji melanjutkan, merupakan hasil download tersangka di jejaring sosial atau Facebook. Foto dan namanya diambil untuk dijadikan sebagai pemohon, sehingga sekilas tampak pengajuan kredit adalah otentik. Meski sebetulnya fiktif, yang mengakibatkan kerugian negara.
Dia menjelaskan, dalam setiap pencairan kredit fiktif, tersangka yang langsung menerima uangnya dari teller. Dan hal tersebut telah dikonfirmasi kepada teller ketika dimintai keterangan sebagai saksi. Dalam keterangannya, teller tidak menyanggah jika memang menyerahkan uang kredit nasabah kepada tersangka.
Puji menjelaskan, sebagian uang hasil pembobolan digunakan untuk menutupi utang. Lalu, menjadi modal liburan ke sejumlah tempat wisata di luar negeri, yaitu plesir ke Singapura sebanyak tiga kali, dan wisata ke Bali. Sedangkan uang senilai Rp5 miliar diserahkan kepada istrinya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi kepada Sekretaris Perusahaan BRI
Muhammad Ali, telepon selulernya tidak aktif. Pesan singkat yang
dikirimkan VIVAnews juga belum berbalas. (art)
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar