TB-News.com - Harapan pemerintah agar harga daging
sapi berada di bawah Rp100 ribu selama bulan Ramadan di tahun ini
ternyata tak terwujud. Bahkan saat ini harga daging sapi di pasaran
masih sangat tinggi, yakni antara Rp110 ribu hingga Rp130 ribu
perkilogram.
Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Instruksi Presiden yang
disampaikan akhir April lalu, menginginkan harga daging sapi berada di
angka Rp80 ribu perkilogram. Hal ini yang mendapat perhatian serius
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).
Menurut Wakil Ketua APPSI, Sarman Simanjorang yang juga menjabat
sebagai Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya dan Waketum Kadin Jakarta,
geliat gejolak harga daging sapi menjelang Ramadan ini sudah terasa
sejak pertengahan bulan Januari 2016 lalu. Ia juga menyayangkan sikap
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang tak melakukan
langkah taktis strategis menjelang Ramadan.
"Seharusnya Kementerian Pertanian dan Perdagangan mengevaluasi secara
konperehensif dan mengambil langkah-langkah taktis strategis agar
menjelang rRmadan dan Idul Fitri gejolak harga daging tak terjadi dan
diharapkan terjadi penurunan harga sesuai daya beli masyarakat," ujarnya
melalui keterangan tertulis, Sabtu ,11 Juni 2016.
Lebih lanjut, Sarman menjelaskan, bahwa terjadinya gejolak harga daging sapi selama ini karena hukum pasar demand dan supply atau ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan. Menurutnya, selama pemerintah mampu menjaga keseimbangan demand dan supply maka sangat tidak mungkin terjadi gejolak.
Namun masyarakat yang selalu menjadi korban akibat
ketidaktanggapan pemerintah mengantisipasi terjadinya kenaikan harga
daging yang jauh di atas daya beli masyarakat jika berkaca pada kejadian
yang sudah terjadi sebelumnya.
Padahal, melihat fenomena harga daging yang tidak
terkendali pemerintah sudah memberikan izin tambahan impor sebanyak
27.400 ton untuk dapat menekan harga di level Rp80 ribu perkilogram
sebagaimana harapan presiden. Tak hanya itu, pemerintah juga menghapus
kebijakan impor yang sebelumnya hanya dapat dilakukan BUMN.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa kebijakan memberikan tambahan impor
daging sapi diberikan minus 3 hari menjelang bulan Ramadan, mengapa
tidak dari bulan sebelumnya sehingga pasar dapat merespon positif dan
kecenderungan harga akan menurun.
Memang operasi pasar sudah dilakukan pemerintah saat ini dan
rencananya daging impor akan masuk di minggu ketiga bulan Juni ini.
Namun meski harga daging impor dapat menyentuh angka Rp80 ribu
perkilogram tapi sangat sulit untuk harga di pasar tradisional atau
daging fresh untuk menekan harga hingga Rp80 ribu perkilogram.
"Terlebih masyarakat saat ini belum terbiasa menkonsumsi daging beku
impor walaupun sebenarnya kualitas dan higienisnya lebih terjamin.
Sedangkan pedagang daging membeli dari jagal juga tidak mengalami
penurunan harga. Di sisi lain daging impor sesuai dengan Peraturan
Menteri Perdagangan tak boleh masuk pasar tradisional, hanya untuk
kebutuhan operasi pasar dalam bentuk pasar murah," ujarnya menambahkan.
Menurut APPSI, masalah yang berulang-ulang terjadi dapat diatasi
setidaknya dengan tiga data yang harus dipastikan valid dan pasti yaitu
data produksi, data konsumsi dan data distribusi dengan dukungan
transportasi.
Data produksi memastikan seberapa besar jumlah sapi lokal milik peternak tradisional yang layak dan siap setiap saat disupply ke
pasar. Data konsumsi perkapita juga harus valid akan sangat berguna
untuk menentukan kebijakan yang tepat. Data konsumsi ini juga harus
valid sehingga dapat disinkronisasikan dengan data produksi. Selanjutnya
data distribusi harus dibenahi untuk memotong mata rantai biaya tinggi.
viva
0 komentar:
Posting Komentar