TB Indonesia News -
Polri didesak untuk tidak menjadi alat kelompok-kelompok radikal,
terutama dengan cara membiarkan mereka melakukan kekerasan atas nama
agama. Polisi semestinya harus menjadi alat negara yang menjamin
perlindungan atas kebebasan berpikir, berpendapat, dan berkeyakinan.
"Sikap
intoleran juga merasuk dalam tubuh kepolisian sehingga menjadi alat
untuk melancarkan aspirasi kelompok radikal. Padahal, semestinya
kepolisian bertugas melindungi konstitusi yang menjamin kebebasan
berpendapat, beragama, dan berkeyakinan," kata Wakil Direktur The Wahid
Institute, Rumadi, Senin (14/5/2012) di Jakarta.
Ia mengemukakan,
konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 menjamin siapa pun
merdeka untuk berpikir, berbeda pendapat, dan menyuarakannya. Jaminan
ini harus dilaksanakan sehingga ruang publik menjadi sarana untuk
mempertukarkan gagasan.
"Aparat kepolisian harus bekerja untuk
memastikan jaminan perlindungan atas hak konstitusional itu. Jika tidak,
nanti masyarakat akan mencari jalan keluar untuk melindungi diri dengan
caranya sendiri. Dikhawatirkan, muncul gerakan masyarakat yang melawan
kelompok radikal," katanya.
Rumadi mengungkapkan, selama ini
Indonesia diklaim sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di
dunia yang cenderung toleran, moderat, dan menerima demokrasi. Itu
disodorkan sebagai model untuk negara-negara Islam lain di dunia. Klaim
itu sekarang mendapat tantangan serius.
"Saat ini, ada cara baru
dalam menyikapi perbedaan yang tumbuh di kalangan kelompok-kelompok
tertentu, yaitu hasrat dengan memusnahkan kelompok yang dianggap berbeda
dan sesat. Ini harus dicegah agar kekuatan Indonesia sebagai negara
Muslim yang moderat bisa dipertahankan," tuturnya.Kompas
0 komentar:
Posting Komentar