Sebanyak 215 tentara Belanda dieksekusi di atas kapal Jepang. Jasadnya dibuang ke laut.
Perangnya di perairan pulau
Tarakan, Indonesia, tapi monumennya justru ada di Belanda. Sejumlah
keluarga korban berinisiatif mendirikan tugu peringatan di Taman Makam
Pahlawan Loenen, Belanda tengah.
Tugu berbentuk silinder, bertuliskan nama-nama korban diresmikan dengan sebuah upacara yang diikuti keluarga korban yang menangis haru. "Mengenang awak artileri pesisir Peningki dan Karungan, Hindia-Belanda, 19 Januari 1942," demikian tertulis dalam tugu tersebut, seperti dimuat situs Radio Nederland Siaran Indonesia.
"Mereka dibunuh secara brutal di atas kapal perang Jepang di perairan Pulau Tarakan dan kemudian dibuang ke laut. Semoga mereka beristirahat dengan tenang."
Salah satu keluarga korban, Vonne Haasenm, mengenang ayahnya, Smith Karel Maurits yang dikirim ke Tarakan pada 1941. Untuk menjaga ladang minyak. "Dia berpisah dengan kami dan tak pernah kembali," kata dia.
Pertempuran Tarakan disebut sebagai "Pearl Harbour"-nya Indonesia. Pada tanggal 19 Januari 1942, rombongan kapal perang, dua di antaranya kapal penyapu ranjau, Jepang masuk perairan pulau di Laut Sulawesi tersebut. Pasukan artileri Hindia Belanda di Tarakan tidak tahu bahwa sebenarnya pemerintah Belanda sudah menyerah.
Pasukan yang waktu itu bertugas menjaga ladang minyak, dengan meriam artileri, berhasil menenggelamkan dua kapal penyapu ranjau. Namun, pasukan Jepang, kemudian berhasil menaklukkan perlawanan mereka.
Sekalipun sudah menyatakan menyerah, 215 tentara Hindia Belanda di pulau Tarakan, tetap dieksekusi pasukan Jepang di atas kapal, dan jasadnya dibuang ke laut. Tujuh puluh persen korban lahir di Indonesia, dulu Hindia Belanda. Sebanyak 125 korban hingga kini belum diketahui namanya.
Mengapa Tarakan digempur? Meskipun Tarakan hanya pulau berawa-rawa kecil di Kalimantan timur laut di Hindia Belanda, tetapi terdapat 700 sumur minyak, penyulingan minyak dan lapangan udara, yang merupakan tujuan utama Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik.
Tugu berbentuk silinder, bertuliskan nama-nama korban diresmikan dengan sebuah upacara yang diikuti keluarga korban yang menangis haru. "Mengenang awak artileri pesisir Peningki dan Karungan, Hindia-Belanda, 19 Januari 1942," demikian tertulis dalam tugu tersebut, seperti dimuat situs Radio Nederland Siaran Indonesia.
"Mereka dibunuh secara brutal di atas kapal perang Jepang di perairan Pulau Tarakan dan kemudian dibuang ke laut. Semoga mereka beristirahat dengan tenang."
Salah satu keluarga korban, Vonne Haasenm, mengenang ayahnya, Smith Karel Maurits yang dikirim ke Tarakan pada 1941. Untuk menjaga ladang minyak. "Dia berpisah dengan kami dan tak pernah kembali," kata dia.
Pertempuran Tarakan disebut sebagai "Pearl Harbour"-nya Indonesia. Pada tanggal 19 Januari 1942, rombongan kapal perang, dua di antaranya kapal penyapu ranjau, Jepang masuk perairan pulau di Laut Sulawesi tersebut. Pasukan artileri Hindia Belanda di Tarakan tidak tahu bahwa sebenarnya pemerintah Belanda sudah menyerah.
Pasukan yang waktu itu bertugas menjaga ladang minyak, dengan meriam artileri, berhasil menenggelamkan dua kapal penyapu ranjau. Namun, pasukan Jepang, kemudian berhasil menaklukkan perlawanan mereka.
Sekalipun sudah menyatakan menyerah, 215 tentara Hindia Belanda di pulau Tarakan, tetap dieksekusi pasukan Jepang di atas kapal, dan jasadnya dibuang ke laut. Tujuh puluh persen korban lahir di Indonesia, dulu Hindia Belanda. Sebanyak 125 korban hingga kini belum diketahui namanya.
Mengapa Tarakan digempur? Meskipun Tarakan hanya pulau berawa-rawa kecil di Kalimantan timur laut di Hindia Belanda, tetapi terdapat 700 sumur minyak, penyulingan minyak dan lapangan udara, yang merupakan tujuan utama Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik.
Sumber : VIVAnews
0 komentar:
Posting Komentar